Leelou Blogs
topbella

Selasa, 07 Desember 2010

USIA KRONOLOGIS DAN USIA PERNIKAHAN SEBAGAI PREDIKTOR KEPUASAN PERNIKAHAN PADA KAUM ISTRI DI METRO MANILA

 

Berta Esti Ari Prasetya
Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT
This study investigated whether chronological age and duration of marriage were predictive of wife’s marital satisfaction. A survey method using a questionaire (Kansas Marital Satisfaction Scale) and a Personal Data Sheet were used in collecting the data. There were 129 Filipino working wives participated. The result of Pearso-r correlational analyses showed that chronological age was negatively correlated with wife’s marital satisfaction (r = -.316, p < 0.05). Duration of marriage was negatively correlated with wife’s marital satisfaction (r = -. 336, p < 0.05). Regression Analysis result showed that chronological age and duration of marriage combined were predictive of marital satisfaction as showed in the value of F= 6,56 and p < 0.05, R square = 0.85. Independently, either chronological age or duration of marriage were not predictive of marital satisfaction.

Keyword: chronological age, duration of marriage, wife’s marital satisfaction

ABSTRAK
Penelitian ini meneliti apakah usia kronologis dan usia pernikahan pada kaum istri merupakan prediktor bagi kepuasan pernikahan kaum istri. Metode survey digunakan dalam penelitian ini, menggunakan skala Kansas Marital Satisfaction dan Data Pribadi subjek. Sebanyak 129 istri pekerja berkebangsaan Filipina di Metro Manila berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil korelasi Product Moment dari Pearson menunjukkan bahwa usia kronologis berhubungan negatif secara signifikan dengan kepuasan pernikahan (r = -.316, p < 0.05). Usia pernikahan juga berkorelasi negatif secara signifikan dengan kepuasan pernikahan (r = -. 336, p < 0.05). Hasil Analisis regresi menunjukkan bahwa usia kronologis dan usia pernikahan secara bersama-sama mampu memprediksi varians pada kepuasan pernikahan dengan F = 6,56 dengan p<0.05 dan R square= 0.85. Namun secara mandiri, usia kronologis maupun usia pernikahan tidak cukup prediktif terhadap varians pada kepuasan pernikahan.  

Kata Kunci: Usia kronologis, Usia pernikahan dan kepuasan pernikahan.

Pendahuluan
Berbagai literature menunjukkan bahwa pernikahan memiliki berbagai pengaruh bagi individu yang terikat dalam pernikahan tersebut. Sebagaimana diungkapkan dalam berbagai penelitian bahwa pernikahan yang tidak bahagia terbukti dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga (Markman, Renick, Floyd, & Stanley, 1993). Sementara penelitian yang lain menunjukkan bahwa kualitas pernikahan yang rendah dapat menurunkan kesehatan psikologis, meningkatkan stress psikologis (Ross, Mirowsky, & Goldsteen, 1990), serta berkorelasi dengan meningkatnya depresi terutama pada wanita (Dehle & Weiss, 1998).
Namun demikian, ternyata juga ditemukan bahwa pengaruh kualitas pernikahan terhadap kesehatan berbeda antara pria dan wanita. Seperti terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Hess dan Soldo (1985) bahwa pria yang telah menikah tampak lebih sehat daripada pria lajang baik bagi mereka yang pernikahannya membahagiakan ataupun tidak. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi wanita. Bagi wanita, mereka yang telah menikah terlihat memiliki kesehatan psikologis yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang belum menikah “hanya” bila pernikahan mereka bahagia. Sehubungan dengan pengasuhan anak, penelitian Belsky dan Fish (1991) menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan kaum ibu terbukti berpengaruh terhadap kesehatan emosional anak-anak mereka, sementara tidak demikian dengan kepuasan pernikahan kaum bapak. Mengingat hal inilah, penulis lebih tertarik untuk meneliti kepuasan pernikahan kaum istri mengingat kepuasan pernikahan pada wanita tampaknya lebih memerlukan perhatian dibandingkan kepuasan pernikahan bagi kaum pria.
Banyak penelitian tentang kepuasan pernikahan telah dilakukan di dunia barat. Di dunia timur, seperti di Asia, lebih khususnya lagi di Filipina, hal ini masih jarang dilakukan. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pandangan masyarakat bahwa masalah pernikahan adalah masalah yang tabu untuk dibicarakan di depan umum, padahal berbagai masalah yang disebabkan karena rendahnya kepuasan pernikahan di antara pasangan di Filipina semakin banyak bermunculan, ditunjukkan dengan meningkatnya kasus perceraian hingga 300% dari tahun-tahun sebelumnya (Medina, 2001). Dayan, Magno, dan Tarroja (2001) mencatat bahwa kasus perceraian tersebut biasanya diawali dengan rendahnya kepuasan pernikahan pada pasangan.
Berbagai faktor dipandang memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan. Namun salah satu hal yang mungkin menarik untuk dikaji dari sisi wanita di Filipina adalah usia kronologis wanita tersebut dan usia perkawinan.
Pertambahan usia bagi wanita membawa dampak besar bagi perubahan fisik maupun emosional wanita tersebut. Wanita biasanya selalu diharapkan tampil cantik dan menarik bagi pasangannya. Perubahan fisik yang disebabkan karena pertambahan usia bisa jadi membuat para wanita kehilangan kepercayaan diri, dan bisa berkembang timbulnya prasangka dan kekuatiran akan kesetiaan pasangannya. Hal ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap kepuasan wanita terhadap pernikahannya sendiri.
Sehubungan dengan usia pernikahan, penelitian-penelitian terbaru di dunia barat mencatat adanya penurunan kepuasan pernikahan seiring dengan bertambahnya usia pernikahan, baik bagi pria maupun wanita (White & Booth, 1985). Sementara untuk di Asia, penelitian tentang hal ini belum banyak dilakukan. Namun secara budaya, wanita Asia, khususnya di Filipina, gambaran wanita ideal adalah yang setia pada pasangannya serta mencintai satu pria sepanjang hidupnya (Bulatao, 1978). Orang awam di Asia percaya bahwa semakin lama seorang wanita mengenal seorang pria, akan semakin dekat ikatan emosional sang wanita terhadap sang pria, dan akan semakin dalam pula cintanya. Bila demikian kondisinya untuk budaya Asia, maka bisa jadi hasil penelitian di barat mengenai hubungan negatif antara usia pernikahan dan kepuasan pernikahan pada wanita perlu diragukan kebenarannya untuk wanita Asia. Mungkin justru sebaliknya yang terjadi. Semakin lama usia pernikahan maka akan semakin kuat kepuasan pernikahan para istri.
Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan: apakah ada korelasi antara usia wanita tersebut dan usia pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada wanita dan apakah kedua variable bebas yaitu usia wanita dan usia pernikahan mampu menjadi prediktor bagi munculnya kepuasan pernikahan pada istri.      



Landasan Teoritis
Kepuasan Pernikahan
Spanier dan Cole (dalam Schumm, dkk., 1986) mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai evaluasi subjektif mengenai perasaan seseorang atas pasangannya, atas perkawinannya dan atas hubungannya dengan pasangannya. Dengan demikian, kepuasan pernikahan adalah suatu hal yang subjektif, tergantung pada sejauh mana pernikahan yang dimilikinya telah memenuhi harapan orang tersebut (L. Scanzoni & J. Scanzoni, 1976).
Kepuasan pernikahan dianggap sangat penting dalam menjaga kelanggengan pernikahan (Fonollera, 1994). Dayan, dkk. (2001) menemukan bahwa diantara pemohon perceraian di Filipina, baik pria maupun wanita mengalami ketidak puasan pernikahan yang membawa mereka ke kondisi stress di segala hal. 

Usia Kronologis dan Kepuasan Pernikahan
Usia kronologis adalah jumlah berapa tahun umur yang dimiliki seseorang, terhitung semenjak dia dilahirkan. Sehubungan dengan kepuasan pernikahan, penelitian di Jepang menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara usia wanita tersebut dengan kepuasan pernikahan (Kamo, 2004). Penelitian ini menemukan bahwa para wanita Jepang mengalami penurunan kepuasan pernikahan seiring dengan bertambahnya umur mereka. Meskipun demikian, penelitian ini tidak menemukan hasil yang sama dalam sampel wanita Amerika. Pada sampel usia tua pada wanita Amerika justru menunjukkan angka kepuasan pernikahan yang tinggi. Namun hasil ini dipercaya disebabkan oleh kecenderungan orang Amerika yang segera bercerai apabila sudah tidak mengalami kepuasan pernikahan lagi. Artinya, sampel wanita Amerika dalam penelitian ini, hanyalah para wanita yang cenderung memiliki kepuasan pernikahan, sehingga dalam penelitian ini, sampel yang dimiliki adalah sampel yang sudah terseleksi. 
Meningkatnya usia biasanya juga disertai dengan berbagai kemunduran secara fisik. Beberapa kemunduran fisik dapat menimbulkan berbagai persoalan selanjutnya seperti depresi, kemunduran rasa percaya diri dan harga diri, yang dipercaya berhubungan dengan kepuasan pernikahan (Gottman & Notarius, 2000).

Usia Pernikahan dan Kepuasan Pernikahan
Usia pernikahan didefinisikan sebagai jumlah tahun sepasang suami istri telah menikah. Penelitian nasional di Amerika menunjukkan bahwa tingkat perceraian menurun dengan tajam seiring dengan meningkatnya usia pasangan dan lamanya perkawinan (US National Center for Health Statistic, dalam Vaillant & Vaillant, 1993). Penelitian Greenstein (1996) tampaknya juga mendukung hasil penelitian ini. Dia menemukan bahwa wanita yang masa pernikahannya semakin lama justru pernikahannya semakin stabil. Bila kepuasan pernikahan dipercaya berhubungan dengan munculnya perceraian pada pasangan, maka penelitian yang dikutip Vaillant dan Vaillant (1993) maupun Greenstein (1996) tampaknya kurang mendukung ide bahwa kepuasan pernikahan menurun seiring dengan meningkatnya usia dan lamanya perkawinan. Penelitian Vaillant dan Vaillant sendiri menunjukkan bahwa lamanya pernikahan tidak cukup prediktif bagi munculnya kebahagiaan perkawinan yang dirasakan oleh para istri.
Namun penelitian-penelitian lain menunjukkan fenomena yang berbeda. Penelitian awal menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan mengalami penurunan dalam masa dua puluh tahun pertama setelah pernikahan kemudian akan meningkat kembali di tahun-tahun berikutnya mengikuti kurva-U (Burr, 1970). Namun penelitian pada akhir-akhir ini tampaknya menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan tidak lagi mengikuti kurva-U seperti yang dipercaya sebelumnya, melainkan hanya berupa kurva yang menurun tajam setelah usia 10 tahun pernikahan dan terus menurun pada tahun-tahun berikutnya (Glenn, 1998; Vaillant & Vaillant, 1993). White dan Booth (1985) juga menemukan dalam penelitian mereka bahwa kepuasan pernikahan dialami paling tinggi pada saat awal pernikahan, lalu menurun secara bertahap di tahun-tahun selanjutnya.
Penurunan kepuasan pernikahan ini mungkin berhubungan dengan hilangnya passionate love setelah pasangan menikah dalam waktu lama. Penelitian membuktikan bahwa passionate love mengalami penurunan beberapa tahun setelah perkawinan, terutama setelah terjadinya peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga seperti kelahiran anak (Tucker & Aaron, 1993). Bagi wanita, perubahan ini akan lebih kuat terasa mengingat tanggung jawab pengasuhan lebih banyak diserahkan bagi wanita. Beberapa pasangan melaporkan bahwa penurunan kepuasan pernikahan ditengarai dengan meningkatnya konflik perkawinan dan menurunnya melakukan kegiatan-kegiatan positif bersama-sama dengan pasangan (P.A. Cowan & C.P. Cowan, 1992).

Hipotesis
Berdasarkan kajian teoritis di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
  1. Ada hubungan negative yagn signifikan antara usia kronologis dengan kepuasan pernikahan pada kaum istri di Metro Manila .
  2. Ada hubungan yang negatif dan signifikan antara usia pernikahan dengan kepuasan pernikahan pada kaum istri di Metro Manila.
  3. Usia kronologis dan usia pernikahan merupakan prediktor bagi munculnya kepuasan pernikahan kaum istri di Metro Manila.

Metode Penelitian

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kepuasan pernikahan. Sedangkan usia kronologis dan usia pernikahan merupakan variable bebas dalam penelitian ini.
Penelitian ini adalah penelitian survey, yang menggunakan metode angket dalam pengumpulan datanya. Jumlah anak, usia kronologis dan usia pernikahan diperoleh dari data pribadi yang diisi oleh subjek penelitian. Kepuasan pernikahan diukur menggunakan skala Kansas Marriage Satisfaction Scale yang dikembangkan oleh Schumm dkk. (1986). Skala ini telah terbukti memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi (dengan r bergerak dari 0,91-0,93 dan nilai Cronbach’s Alpha 0,96).
Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Penelitian diikuti oleh 129 wanita pekerja di Metro Manila, Filipina. Data dianalis menggunakan analisis korelasi dari Pearson untuk melihat apakah ada hubungan antara masing-masing variable bebas dengan variable tergantung, selanjutnya Analisis Regresi digunakan untuk melihat kemampuan kedua variable bebas untuk memprediksi munculnya variable tergantung. Program SPSS 11.00 digunakan untuk mengolah data penelitian.

Hasil Penelitian
  Hasil analisis data menunjukkan hasil sebagai berikut:
  1. Ada korelasi negative yang signifikan antara usia kronologis dengan kepuasan pernikahan pada kaum istri di Metro Manila dengan nilai r sebesar -0,316 dengan    p < 0,05. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima.
  2. Ada korelasi negative yang signifikan antara usia pernikahan dan kepuasan pernikahan pada wanita dengan nilai r sebesar -0,336 dengan p < 0,05. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima.
  3. Usia kronologis dan usia perkawinan dianggap mampu menjadi prediktor munculnya kepuasan pernikahan pada para istri, ditunjukkan dengan nilai F= 6,56 dengan p < 0.05, sementara nilai R square = 0.85.  Hal ini berarti kedua variable yaitu usia kronologis dan usia perkawinan secara bersama-sama mampu menjadi prediktor bagi munculnya kepuasan perkawinan, namun hanya sebesar 0,85% dari varians dalam kepuasan perkawinan.
  4. Hasil analisis regresi untuk masing-masing prediktor menunjukkan bahwa baik usia kronologis maupun usia perkawinan secara mandiri tidak mampu menjadi prediktor bagi kemunculan varians pada kepuasan perkawinan.  

Pembahasan

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya mengenai hubungan negatif antara usia kronologis dengan kepuasan pernikahan yang dilakukan oleh Kamo (2004) yang dilakukan pada wanita Jepang. Menurunnya kepuasan pernikahan seiring dengan bertambahnya usia kronologis mungkin disebabkan oleh kemunduran fisik dan psikis yang dialami oleh wanita bersamaan dengan pertambahan usianya.
Dalam masyarakat terdapat standar ganda dalam melihat penuaan pada wanita dan pria. Pada pria, rambut yang memutih dan wajah yang mulai berkerut dianggap sebagai tanda kematangan dan kedewasaan yang berkonotasi positif, sementara pada wanita hal ini dipandang sebagai kondisi uzur dan dipandang sebagai kemunduran (Papalia, Olds, & Feldman, 1998). Mungkin ini pula yang menyebabkan, dibandingkan pria, kebanyakan wanita sangat memperhatikan penampilan fisiknya. Sehubungan dengan hal ini juga ditemukan bahwa kemunduran fisik istri ternyata berpengaruh terhadap respon seksual suami terhadap istri. Dikatakan bahwa begitu tanda kemudaan hilang, demikian juga hilangnya nilai sang wanita sebagai partner romantis dan seksual bagi suami (Margolin & White dalam Papalia dkk., 1998). Berdasarkan teori evolusi, hal ini merupakan respon alamiah pada pria karena saat pria melihat bahwa tanda kemudaan hilang pada wanita, hal itu merupakan tanda bagi si pria bahwa wanita tersebut sudah tidak produktif lagi, sehingga wanita tersebut sudah tidak lagi diinginkan sebagai pasangan seksual (Katchadourian dalam Papalia dkk., 1998). Sementara itu, penelitian longitudinal yang dilakukan Huston and Vangelisti (dalam Gerhardstein, 1997) menemukan bahwa ketertarikan aktifitas seksual istri akan dipengaruhi oleh kepuasan suami. Hal ini akhirnya menjadi efek ping-pong antara suami dan istri, dimana istri akan ikut menjadi kehilangan ketertarikannya dalam aktifitas seksual bila suamipun tidak menunjukkan kepuasan atau ketertarikan terhadap istrinya secara seksual, sehingga merekapun mengalami masalah dalam hubungan seksual mereka. Padahal keaktifan seksual berhubungan erat dengan kepuasan dalam pernikahan (Morokoff & Gillilland, dalam Gerhardstein, 1997). Dengan demikian dapat dimengerti bahwa pertambahan usia istri diikuti dengan menurunnya kondisi fisik istri yang menjadi lebih tidak menarik secara seksual, yang pada gilirannya dapat berdampak pada kepuasan pernikahannya. 
Masih berhubungan dengan hal di atas, pertambahan usia pada wanita juga membawa wanita pada suatu fase menopause yang sedikit banyak juga berdampak pada kesiapan wanita untuk melakukan kegiatan seksual (Papalia dkk. 1998). Sebagaimana juga ditemukan oleh Donnelly (dalam Gerhardstein, 1997) yang melakukan interview terhadap 6,029 pasangan, bahwa bertambahnya usia berhubungan dengan ketidak-aktifan aktifitas seksual mereka. Gangguan dalam melakukan kegiatan seksual dengan pasangan ini terbukti merupakan pemicu terjadinya penurunan kepuasan pernikahan pada wanita seiring dengan pertambahan usianya (Morokoff & Gillilland, dalam Gerhardstein 1997).
Kemungkinan yang lain akibat standar ganda antara pria dan wanita, membuat para wanita (dalam hal ini para istri) sangat memperhatikan masalah fisiknya. Tidak heran, berbagai alat kecantikan penunda penuaan wajah sangat laris di pasaran. Ternyata kemunduran penampilan fisik dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan diri pada diri wanita, dimana hilangnya kepercayaan diri seiring dengan pertambahan usia ini terbukti dapat mempengaruhi kepuasan terhadap pernikahannya (Gottman & Notorius, 2002). Selain itu, kemunduran kondisi fisik juga seringkali membuat wanita sudah merasa tidak cantik serta menarik, sehingga memandang diri mereka dengan cara yang negatif. Pandangan yang negatif terhadap bentuk fisiknya yang menurun ini dianggap merusak kondisi self-esteem wanita (Papalia dkk. 1998). Padahal self-esteem sendiri merupakan salah satu faktor yang penting dalam kepuasan pernikahan pada wanita (Prasetya, 2004).  
Meskipun dilakukan terhadap wanita Asia, yaitu di Filipina, hasil penelitian ini ternyata tetap mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap sampel di negri barat, oleh Glenn (1998), Vaillant dan Vaillant (1993), maupun White dan Booth (1985) bahwa ada hubungan negatif antara usia pernikahan dan kepuasan pernikahan. Tucker dan Aaron (1993) mengemukakan alasan penurunan ini karena hilangnya passionate love seiring dengan bertambahnya usia pernikahan.  Mc Arrow (dalam Sison, 1976) juga menemukan bahwa semakin panjang usia perkawinan, tingkat kemampuan untuk bertoleransi semakin rendah, hal ini memungkinkan terjadinya konflik yang membesar bagi pasangan, yang pada gilirannya dapat memicu merosotnya kepuasan pernikahan.  Jacob (1974) juga menemukan bahwa pasangan cenderung menjadi lebih individualistis setelah lama menikah dengan pasangannya. Semua hal di atas tampaknya bisa menjadi penyebab bagi menurunnya kepuasan pernikahan seiring dengan pertambahan usia.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kedua variabel yaitu usia kronologis maupun usia perkawinan secara bersama-sama mampu menjadi prediktor bagi kepuasan pernikahan istri. Namun demikian, terlihat bahwa kemunculan kedua variabel hanya mampu menyumbang pada munculnya varians di kepuasan pernikahan sebesar 0,85%. Jumlah ini dikatakan sangat kecil yaitu kurang dari 1%. Analisis lebih lanjut terhadap masing-masing variabel menunjukkan bahwa secara mandiri masing-masing variabel tidak dapat dikatakan bisa memprediksi munculnya varians pada kepuasan pernikahan istri. Ini berarti faktor-faktor lain di luar kedua variabel lebih perlu untuk ditilik dalam memahami munculnya kepuasan pernikahan pada istri. Misalnya saja sebagaimana disebutkan oleh Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) bahwa ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan pernikahan yaitu: (a) fungsi kognitif orang tersebut; (b) fungsi afektif orang tersebut; (c) sertaan fisiologis dari interaksi antara suami-istri; (c) pola perilaku suami-istri; (d) ada tidaknya tindak kekerasan antara suami-istri; (e) faktor sosiodemografis seperti umur, jumlah anak, status sosioekonomis, lamanya pernikahan; (f) life stressor dan masa transisi dalam kehidupan; (g) macrocontext, seperti ekonomi nasional, budaya, dll.
Kemungkinan yang lain misalnya yang dikemukakan oleh Argyle dan Furhman (1983) bahwa ada beberapa sumber yang penting dalam mencapai kepuasan pernikahan, seperti: membicarakan berbagai persoalan dengan cara saling-memahami kebutuhan antara pasangan suami istri, mendiskusikan masalah-masalah personal, berbagi keyakinan dan nilai-nilai serta bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas bersama. Hicks dan Platt (1970) mengajukan beberapa faktor dalam mencapai kepuasan pernikahan seperti keseringan kedekatan dan kebersamaan antara pasangan suami istri, ekspresi kasih, afeksi pasangan, pemuasan kebutuhan akan seks, persahabatan, dan komunikasi.

Kesimpulan dan Saran
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia kronologis, maupun usia pernikahan secara mandiri tidak cukup prediktif bagi kemunculan varians pada kepuasan pernikahan istri, namun hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan negative yang signifikan dengan kepuasan pernikahan pada kaum istri. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara bersama-sama, kedua variable yaitu usia kronologis dan usia pernikahan istri mampu memprediksi varians pada variable kepuasan pernikahan istri. Hal ini memberikan semacam peringatan bagi pasangan bahwa usaha untuk mempertahankan kepuasan pernikahan perlu lebih ditingkatkan seiring dengan bertambahnya usia kronologis dan usia pernikahan.
Dalam hal ini, kaum istri perlu memperhatikan bahwa dengan pertambahan usia mereka, perlu mencari berbagai cara agar kepuasan pernikahannya tetap terjaga. Mungkin antara lain, menjaga agar kondisi fisiknya tetap berada dalam kondisi yang sehat meskipun mereka semakin bertambah umur, misalnya dengan olahraga cukup, menjaga tubuh agar tetap tampak bugar dan menarik, sehingga pertambahan usia tidak perlu menjadi penghalang bagi mereka untuk memiliki hubungan yang memuaskan dengan para suami. Mereka juga perlu menjaga agar memiliki pandangan yang positif terhadap diri mereka sendiri seiring dengan pertambahan usia mereka sehingga kepuasan pernikahan mereka tetap terjaga. Bagi para suami, semakin bertambahnya usia istri, maka dukungan dari suami untuk menjaga kepuasan pernikahan istri juga perlu ditingkatkan. Berbagai cara yang bisa ditempuh misalnya saja, tidak mempersoalkan masalah fisik para istri, tidak mengolok-olok ketuaan mereka, tetap memberikan apresiasi meskipun istrinya telah semakin tua dll. sehingga istri dapat menikmati kepuasan pernikahannya.
Pertambahan usia pernikahan juga terbukti berhubungan negatif dengan kepuasan pernikahan bagi kaum istri. Dengan demikian, konsep bahwa pada wanita, semakin lama bersama suami maka akan semakin besar perasaan cinta serta kepuasan  pernikahan, sehingga seolah pasangan tidak perlu melakukan usaha apapun, adalah konsep yang salah. Justru sebaliknya, semakin bertambah usia pernikahan, yang berarti semakin lama kebersamaan istri bersama suami, tampaknya perasaan kepuasan pernikahan itu bisa semakin luntur, sehingga usaha yang lebih keras perlu untuk diusahakan agar pasangan dapat menjaga kepuasan pernikahan mereka.  
Dalam hal ini usaha-usaha itu mungkin bisa dilakukan sebagaimana yang diusulkan oleh Hicks dan Platt (1970), yaitu antara lain: suami dan istri harus semakin sering mengembangkan kedekatan baik fisik maupun psikis, misalnya meluangkan waktu untuk selalu bersama, berbincang-bincang, dengan menunjukkan ekspresi kasih dan afeksi pasangan. Tidak dilupakan juga tetap menjaga pemuasan kebutuhan akan seks, dengan mengembangkan cara-cara yang baru dan segar. Pertambahan usia pernikahan kadang-kadang membuat orang berpikir bahwa pasangannya sudah memahami dirinya hingga sedalam-dalamnya, sehingga mereka seringkali mengabaikan pentingnya komunikasi. Hicks & Platt menyebutkan bahwa mengembangkan persahabatan dan komunikasi yang mutual di antara pasangan juga merupakan hal yang sangat penting untuk tetap menjaga kepuasan pernikahan seiring dengan bertambahnya usia pernikahan. 

Daftar Pustaka
Argyle, M., & Furhman, A. (1983). Sources of satisfaction and conflict in long-term relationship. Journal of Marriage and the Family, 45, 481-493.

Belsky, J., & Fish, M. (1991). Continuity and discontinuity in infant negative and positive emotionality: Family antecedents and attachment consequences. Developmental Psychology, 27, 421-431.

Bradbury, T. N., Fincham, F .D., & Beach, S. R. H. (2000). Research on the nature and determinants of marital satisfaction: A decade in review. Journal of Marriage and the Family, 62, 964-980.

Bulatao, J. (1978). The Manileno’s mainsprings. Four readings on Phillippine values. Quezon City, Philippine: Ateneo de Manila Press.

Burr, W.R.(1970). Satisfaction with various aspects of marriage over the life cycle. Journal of Marriage and the Family, 32, 29-37.

Cowan, C.P. & Cowan, P.A. (1992). When partners becomes parents: the big life change for couples. New York: Basic Book.

Dayan, N. A., Magno, E. T. T., & Tarroja, M. C. H. (2001). Marriages made on earth. Manila, Philippine: De La Salle University Press Inc.

Dehle, C., & Weiss, R. L. (1998). Sex differences in prospective associations between marital quality and depressed mood. Journal of Marriage and the Family, 60, 1002-1011.

Fonollera, M. B. (1994). Women’s best of two worlds: Career and marriage. Metro Manila, Philippine: Melfon Publishing, Inc.

Gerhardstein, R. (1997). Sex and Marital Satisfaction. Download: 8 February, 2007 dari http://www.hope.edu/academic/psychology/335/webrep/marital.html.

Glenn, N.D. (1998). The course of marital success and failure in five American 10-year marriage cohorts. Journal of Marriage and the Family, 60, 569-576.

Gottman, J. M., & Notarius, C. I. (2000). Decade review: Observing marital interaction. Journal of Marriage and the Family, 62, 927-947.

Gottman, J. M., & Notarius, C. I. (2002). Marital research in the 20th century and a research agenda for the 21st century. Family Process, 41, 159-197.

Greenstein, T.N. (1996). Gender ideology and perceptions of the fairness of the division of household labor: Effect on marital quality. Social Forces, 74, 1029-1042.

Hess, B., & Soldo, B. (1985). Husband and wife networks. In W. J. Sauer & R. T. Coward (Eds.), Social support networks and the care of the elderly: Theory, research and practice (pp. 67-92). New York: Springer

Hicks, M. W., & Platt, M. (1970). Marital happiness and stability: A review of the research in the sixties. Journal of Marriage and the Family, 32, 553-574.

Jacob, A. (1974).  Personality needs patterns and satisfactory interactions of married couples in the Metro-Manila Area. Masteral Thesis, Ateneo de Manila University.

Kamo, Y. (2004). A Japan-US comparison of Marital satisfaction. Download: 25 September, 2006 dari http://www.aall.ufl.edu/SJS/kamosum.html

Markman, H. J., Renick, M. J., Floyd , F. J., & Stanley, S. M. (1993). Preventing marital distress through communication and conflict management training: A 4 and 5 year follow-up. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 61, 70-77. 

Medina, B. T. G. (2001). The Filipino family. Quezon City, Philippie: University of the Philippines Press.

Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (1998). Human Development. New York: Mc Graw Hill.

Prasetya, B.E.A. (2004). Husband’s Support, Self-Esteem, Gender Role and Wives’ Marital Satisfaction. Masteral Thesis: Ateneo de Manila University.

Ross, C. E., Mirowsky, J., & Goldsteen, K. (1990). The impact of the family on health: The decade in review. Journal of Marriage and the Family, 52, 1059-1078.

Schumm, W. R., Paff-Bergen, L. A., Hatch, R. C., Obiorah, F. C., Copeland, J. M., Meens, L. D., et al. (1986). Concurrent and discriminant validity of the Kansas Marital Satisfaction Scale. Journal of Marriage and the Family, 48, 381-387. 

Scanzoni, L., & Scanzoni, J. (1976). Men, women and change: A sociology of marriage and family. New York: Mc Graw Hill Inc.

Sison, A.O. (1976).  Marital communication and its relation to marital adjustment among marriage encounter couples in the Greater Manila Area. Masteral Thesis, Ateneo de Manila University.

Tucker, P. & Aaron, A. (1993). Passionate love and marital satisfaction at key transition points in the family life cycle. Journal of Social and Clinical Psychology, 12, 135-147. 

Vaillant, C.O. & Vaillant, G.E. (1993). Is the U-curve of marital satisfaction an illusion? A 40-year study of marriage. Journal of Marriage and the Family, 55, 230-239.

White, L.K. & Booth, A. (1985). Transition to parenthood and marital quality. Journal of Family Issues, 6, 435-450.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto saya
Love arts and jokes... Life is tasteless without both of it!