Leelou Blogs
topbella

Kamis, 09 Desember 2010

LEARNED HELPLESSNESS



Oleh Berta Esti Ari Prasetya




Istilah learned-helplessness pertama kali diperkenalkan oleh Seligman dan Maier (1967) yang dikembangkan dari hasil eksperimen laboratorium dengan menggunakan ratusan anjing selama kurang lebih 4 tahun. Penelitian tersebut terdiri dari beberapa tahap penelitian, dan menempatkan anjing dalam tiga kondisi/kelompok (Seligman, 1991). Artikel kecil ini akan membahas mengenai teori tentang learned helplessness yang telah dikembangkan oleh Seligman.


a.      Penelitian Seligman dan Maier (1967) mengenai Learned-Helplessness.

Kelompok anjing yang pertama, ditempatkan dalam suatu tempat, dimana mereka akan menerima kejutan listrik. Bila anjing tersebut memencet panel dengan hidungnya maka kejutan listrik tersebut akan berhenti (dalam hal ini anjing tersebut memiliki kontrol atas apa yang terjadi dengan dirinya). Pada kelompok anjing yang kedua, mereka mengalami kejutan listrik yang sama besarnya dengan kelompok anjing pertama, namun kelompok anjing tersebut tidak dapat menghentikan kejutan listrik tersebut apapun yang dilakukannya. Kejutan listrik tersebut akan berhenti bila anjing pada kelompok pertama menyentuh panel sehingga kejutan listrik berhenti (dalam hal ini anjing pada kelompok kedua tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi pada dirinya). Kelompok anjing ketiga adalah kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan apapun.
Pada penelitian berikutnya, ketiga kelompok anjing-anjing tersebut ditempatkan dalam suatu kotak, yang memiliki pagar pendek yang memungkinkan anjing tersebut melompat untuk keluar dari kotak tersebut untuk menghindari kejutan listrik. Saat kejutan listrik diberikan, dalam hitungan detik, kelompok anjing pertama maupun ketiga segera meloncat pagar sehingga mereka terbebas dari kejutan listrik. Namun tidak demikian dengan kelompok kedua, yang semula telah belajar bahwa apapun yang dilakukannya tidak akan dapat membuatnya terbebas dari kejutan listrik. Anjing dalam kelompok kedua tersebut tidak berusaha melakukan apapun untuk membebaskan diri, meskipun ia dapat melihat dengan mudah bidang lain yang tidak mengandung aliran listrik. Anjing-anjing tersebut dengan cepat menyerah, merebahkan diri dan hanya meraung kesakitan tanpa melakukan apapun hingga kejutan listrik berhenti dengan sendirinya, suatu kondisi yang oleh Seligman dan Maier (1967) disebut dengan istilah learned-helplessness.
Bukti bahwa kondisi ini juga terjadi pada kondisi manusia juga telah dibuktikan oleh Hiroto dan Seligman (1975) yang meneliti para mahasiswa sehubungan dengan tugas yang harus dikerjakannya. Finkelstein and Ramey (1977) juga menemukan fenomena learned helplessness pada bayi manusia sehubungan dengan kemampuan bayi tersebut menggerakkan rotasi dari mainan di depannya.
  
b.      Faktor yang mempengaruhi Learned-Helplessness
Penelitian Barber (1985) menemukan bahwa hal yang terutama untuk terjadinya learn-helplessness adalah kondisi bahwa individu merasa tidak mampu mengontrol (not in control) atas hasil (outcome) dari efek perilakunya.  Selain itu Barber juga menemukan bahwa arti subjektif dari kegagalan akan mempengaruhi apakah seorang individu akan mengalami learn-helplessness atau tidak. Apabila kegagalan tersebut dianggap sebagai hal yang penting bagi individu, learn-helplessness dapat dialami individu. Bila kegagalan tersebut secara subjektif tidak dianggap sebagai hal yang penting bagi individu, maka individu tidak akan mengalami learned-helplessness yang mengganggu.
 Penelitian Peterson dan Seligman (1984) menemukan bahwa bagaimana individu menginterpresaikan suatu kejadian akan mendorong terjadi lh atau tidak. Individu yang memiliki gaya eksplanatori negatif akan cenderung melihat kejadian negatif sebagai hal yang permanen (misalnya: kondisi ini terjadi untuk selama-lamanya), personal (misalnya: aku memang bodoh); dan bersifat pervasive  (misalnya: dalam segala bidang aku memang tak bisa apa-apa), akan cenderung mengalami learned helplessness.
Cullen dan Boersma (1982) menemukan bahwa learned helplessness dipengaruhi oleh tindakan orang tua maupun guru terhadap siswa. Orang tua atau guru yang berulang kali menyampaikan pada anak bahwa kegagalannya disebabkan oleh ketidakmampuannya dan bukan karena bahwa mereka kurang berusaha untuk mencapai yang lebih baik, akan cenderung menimbulkan perasaan helplessness pada diri anak. 

c.       Ciri-ciri Individu yang mengalami Learned-Helplessness
Para peneliti setuju bahwa karakteristik yang paling jelas tampak pada invidu yang mengalami learned-helplessness adalah hilangnya kesediaan untuk bertahan menghadapi hal yang secara realistis dapat dikuasai (Luchow, Crowl, & Kahn, 1985). Selain itu, individu juga memiliki kebiasaan untuk tidak mau “mencoba”, sebagai efek dari kegagalan beruntun yang dialami sebelumnya. Perilaku mencoba dianggap sebagai membuang waktu karena mereka meyakini bahwa mereka tidak akan berhasil juga.
Individu yang mengalami learned helplessness cenderung lebih menghindari kegagalan daripada berusaha mencari ilmu pengetahuan (Titscher & Kubinger, 2008). Saat dihadapkan pada soal-soal, siswa learned helplessness cenderung memilih soal yang lebih mudah karena perasaan tak berdayanya, daripada memilih soal yang lebih sulit yang sebenarnya dapat membawanya pada pengetahuan yang baru.
Dweck (2000) menjelaskan bahwa pada individu yang memiliki orientasi helpless saat dihadapkan pada kegagalan akan cenderung melakukan atribusi internal yang bersifat permanen yaitu memberikan atribusi bahwa kegagalannya disebabkan karena ketidakmampuan pribadinya, sehingga memungkinkan munculnya emosi negatif, kemunduran dalam kinerja dan kemerosotan self-esteemnya dibandingkan individu yang memiliki mastery oriented yang cenderung lebih memfokuskan dirinya untuk mencari solusi daripada mencari alasan atas kegagalannya. Dalam penelitian sebelumnya Dweck dan Repucci (1972) membandingkan dengan individu yang tidak mengalami helplessness (mastery orientation) yang cenderung lebih melihat kegagalannya dari attribusi internal yang bersifat tidak permanen, yaitu menilai kegagalannya terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukannya.


Daftar Pustaka


Barber, J.G. (1985). Competing Accounts of the Learned Helplessness Effect in Human. Thesis Unpublished: Department of Psychology University of Adelaide.

Cullen, J. L. & Boersma, F. J. (1982). The influence of coping stratagies on the manifestation of learned helplessness. Contemporary Educaitonal Psychology, 7, 346-356.

Dweck, C.S. (2000). Self-theories: Their Role in Motivation, Personality, and Development. Philadephia, PA: Psychology Press.

Dweck, C.S. & Reppuci, N.D. (1973). Learned helplessness and reinforcement responsibility in children. Journal of Personality and Social Psychology, 25, 109-116.

Finkelstein, N., & Ramey, C. (1977). Learning to control the environment. Child Development,  48, 806–819

Hiroto, D.S., & Seligman, M.E. (1975). Generality of learned helplessness in man. Journal of Personalitu and Social Psychology, 31, 311-327.

Luchow, J.P., Crowl, T.K., & Kahn, J.P. (1985). Learned Helplessness: Perceived Effects of Ability and Effort on Academic Performance Among EH and LD/EH Children. Journal Learning Disability, 18: 470-474.
Peterson, C., & Seligman, M. E. P. (1984). Causal explanations as a risk factor for depression: Theory and evidence. Psychological Review, 91, 347–374.
Titscher, A. & Kubinger, K.D. (2008). An Innovative Method for Testing Children’s Achievement-Related Reactions. School Psychology International, 29: 452-465.
Seligman, M. & Maeir, S. (1967). Failure to escape traumatic shock. Journal of Experimental Psychology, 74, 1-9.  

Seligman, M. E.P. (1991). Learned Optimism. New York: Alfred A. Knopf.



4 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. selamat siang mba, saya endah, saya tertarik dengan tulisan mba, boleh saya bertanya mengenai salah satu jurnal ? sumbernya dari mana?

    BalasHapus

  3. DAPATKAN JACKPOTMU DI BOLAVITA.

    merasa bosan dan uang habis dengan sia sia?

    Bolavita adalah situs judi online terpercaya dan aman untuk dimainkan.ada banyak jenis permainan yaitu Bola tangkas,Casino live,Sabung Ayam,Taruhan Bola,Togel online,Games Virtual dan Judi Balapan Tikus.
    disini banyak bonus yang akan kami berikan untuk anda
    * Casino Online Flat Cashback 5%
    * Bola Tangkas Online Flat Cashback 10%
    * Bonus Referral Permainan Online 7%+2%
    * Bonus Returning Member 200.000

    Kami menyediakan Register,Deposit dan Withdraw menggunakan bank lokal seperti BCA,MANDIRI,BNI,BRI,DANAMON DAN CIMB NIAGA.


    Gak bakalan nyesal deh daftar di Bolavita

    WA / TELEGRAM : +62812-2222-995
    INSTAGRAM : @bola.vita
    FACEBOOK : @bolavita.ofc
    TWITTER : @BVgaming_net
    LINE : @CS_bolavita


    (¯`·.¸¸.·´¯`·.¸¸.-> LIVECHAT 24 JAM <-.¸¸.·´¯`·.¸¸.·´¯)

    #bolavita #terpercaya #sabungayam #casino #deposit #pokeronline #judionlineterbaik #banyakbonus #superpromo #livechat24jam #fastrespon

    BalasHapus

About Me

Foto saya
Love arts and jokes... Life is tasteless without both of it!