Leelou Blogs
topbella

Selasa, 07 Desember 2010

PENGARUH BENTUK KOMUNIKASI (TULISAN DALAM BENTUK SMS DAN LISAN/BERTEMU LANGSUNG) TERHADAP TINGKAT SELF-DISCLOSURE PADA MAHASISWA DI SALATIGA.

Berta Esti Ari Prasetya
Universitas Kristen Satya Wacana

Abstract
This research aimed to investigate if there is an effect of communication form namely written communication in terms of SMS (Short Message Service) and Verbal communication in terms of Face-to-Face Interaction towards level of self-disclosure among students of higher education in Salatiga. Experiment method was used for this research with 40 participants were involved, divided in two group: 20 participants in SMS Group and 20 participants in Face-to-face Group. Self-Disclosure Scale was used to measure the level of self-disclosure. This research found that there is a significant difference in the level of self-disclosure between the SMS group and face-to-face group, (t= 2.324 and p<0.05) with the mean of self-disclosure score in face-to-face group is higher compared to the mean of SMS group.
Key word: self-disclosure, form of communication: SMS and Face-to-Face.

Pendahuluan
Self-disclosure adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain (Wrightsman dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003). Sementara Derlega, Metts, Petronio dan Margulis (1993) menyatakan bahwa paling tidak self-disclosure merupakan pengungkapan pikiran, perasaan, pengalaman secara verbal kepada orang lain. Altman & Taylor (2001) menyatakan bahwa self-disclosure adalah hal yang sangat esensial untuk dapat terbentuknya suatu hubungan yang dekat dengan orang lain. Bahkan Lauer & Lauer (2000) menyatakan bahwa self-disclosure merupakan mekanisme yang paling penting dalam pembentukan keintiman dengan orang lain. Tanpa self-disclosure mustahil untuk membentuk keintiman, rasa dekat dan hubungan yang bermakna dengan orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa self-disclosure memungkinkan individu untuk memiliki interaksi yang ekstensif dengan orang lain. Melalui self-disclosure maka inidividu akan dapat mengetahui kehidupan mendalam dari orang lain, memahami aspek-aspek tentang orang tersebut, apa yang disukainya dan yang tidak, serta dengan demikian dapat lebih bisa memprediksi dan menyesuaikan diri dengan kondisi orang tersebut sehingga hubungan dengan orang lain dapat lebih harmonis. Apabila dikatakan bahwa pengembangan hubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan mendasar dari setiap individu, maka dapat dikatakan pula bahwa pengembangan self-disclosure adalah hal yang esensial pula untuk dipelajari dan digeluti.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa self-disclosure hanya bisa terjadi melalui komunikasi yang efektif yaitu komunikasi yang dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, hubungan yang semakin baik dan yang akhirnya dapat menimbulkan rasa kepercayaan antar individu (Tubbs dan Moss dalam DeVito, 1997). Untuk menunjang dapat tercapainya komunikasi yang efektif, manusia telah menciptakan berbagai cara. Dalam era globalisasi pada saat ini, ketika teknologi komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, institutionalized means mempunyai peran yang sangat besar dalam proses komunikasi dan tindak komunikasi yang dilakukan oleh setiap individu. Media cetak, media elektronik dan media internet menjadi media komunikasi yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan individu.
Dari beberapa media elektronik yang berkembang pada saat ini, handphone merupakan satu media elektronik yang menempati rating tertinggi yang digunakan oleh individu untuk berkomunikasi. Namun tidak semuanya bersedia membayar mahal untuk menelpon, akhirnya handphone bukan hanya digunakan untuk menelepon, tetapi juga untuk SMS (Short Message Service) yaitu bentuk pengiriman pesan melalui handphone dalam bentuk tulisan sebagai pilihan yang lebih murah. Dalam survey yang dilakukan di Inggris, 89,4% pengguna handphone menggunakannya untuk SMS (Madell dan Muncer, dalam Gower, 2006). Di Indonesia sendiri terlihat dalam kehidupan sehari-hari, inidividu cenderung lebih senang menggunakan SMS daripada telepon langsung. Karena alasan ekonomis dan irit, pemakai handphone lebih senang berkomunikasi dengan menggunakan SMS dibandingkan dengan telepon secara langsung.
Yang menarik adalah, bentuk komunikasi menggunakan SMS dalam hal ini bahasa tulis, akan berbeda dengan bentuk komunikasi lisan. Dalam penyampaian bahasa tulis melalui SMS, memungkinkan individu tersebut untuk melakukan bentuk komunikasi dengan individu lain kapan saja, dimana saja dan tidak membutuhkan persiapan panjang untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini memungkinkan komunikasi melalui SMS dapat dilakukan lebih sering dibandingkan dengan komunikasi lisan. Selain itu, bentuk komunikasi  tulis memungkinkan individu dapat mengungkapkan perasaannya dengan lebih leluasa karena tidak harus berhadapan muka dengan individu lain. Ini memungkinkan bentuk bahasa tulis dapat menyampaikan hal-hal yang lebih beragam, serta pemikiran dan perasaan yang lebih mendalam bahkan bentuk-bentuk bahasa yang lebih puitis dan menyentuh perasaan, dimana hal-hal ini akan dianggap sangat tidak lazim bila disampaikan dalam bahasa lisan. Hal-hal di atas menimbulkan pertanyaan apakah bentuk komunikasi tertulis yaitu SMS dapat lebih mencerminkan komunikasi yang baik sehingga lebih memungkinkan munculnya self-disclosure pada individu?
Namun demikian, bentuk komunikasi lisan juga memiliki keunggulan karena memungkinkan individu untuk menggunakan berbagai sarana untuk menyampaikan pesannya, baik melalui mimik wajah, gesture, bahasa tubuh bahkan sentuhan. Sedangkan pada komunikasi tulis sangat mungkin terjadi salah interpretasi (Gower, 2006) karena tidak dibantu dengan mimik, nada suara, gesture dan yang lainnya. Dengan demikian, bentuk komunikasi lisan mungkin juga justru lebih efektif dalam mengembangkan self-disclosure di antara individu. Mengingat hal di atas, penelitian tertarik untuk membuktikan apakah ada pengaruh bentuk komunikasi yaitu tulisan dan lisan dengan munculnya self-disclosure pada individu.
Di antara para pengguna alat komunikasi handphone dalam hal ini SMS, bisa jadi mahasiswa adalah kelompok pengguna terbesar, termasuk juga di antaranya adalah mahasiswa di kota Salatiga. Hal itu mungkin disebabkan oleh manfaat SMS yang sangat besar bagi mahasiswa karena para mahasiswa biasanya diharuskan mengerjakan berbagai tugas kelompok dari dosen, sehingga mengharuskan mereka untuk saling berkomunikasi baik dengan sesama teman maupun dengan dosen. Namun bagi mahasiswa di kota kecil Salatiga, biaya transportasi untuk bepergian maupun biaya telepon mungkin masih akan terasa mahal. Maka SMS-lah yang akhirnya dipilih menjadi alternatif yang terbaik untuk berkomunikasi bagi para mahasiswa yang kondisi keuangannya sangat terbatas tersebut.
Selain hal di atas, kalangan mahasiswa biasanya adalah individu yang berada pada usia remaja akhir ataupun dewasa awal. Masa ini adalah masa yang paling peka bagi mereka untuk mengembangkan hubungan interpersonal, terutama dengan teman lawan jenis sehingga membutuhkan sarana komunikasi untuk pengembangan hubungan tersebut. Mereka juga sudah mulai menikmati rasa kepemilikan pribadi, sehingga handphone mungkin menjadi lebih dipilih untuk digunakan karena dianggap sebagai milik yang sifatnya privat yang berbeda dengan telepon rumah yang biasa dipakai bersama-sama oleh anggota keluarga yang lain. Kembali kepada kondisi keuangan yang terbatas, akhirnya SMSpun tampaknya lebih dipilih menjadi sarana komunikasi untuk mengembangkan hubungan interpersonal di antara mereka. Mengingat banyaknya mahasiswa yang menggunakan SMS inilah maka penelitian tertarik meneliti apakah ada pengaruh penggunaan SMS dengan kecenderungan self-disclosure ini di kalangan mahasiswa di kota Salatiga terutama pada interaksi hubungan heteroseksual (lawan jenis)?
 
Tinjauan Pustaka
1. Self-Disclosure
a. Definisi Self-Disclosure
Pengungkapan diri atau self-disclosure didefisinisikan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang bermaksud mengungkapkan informasi mengenai diri individu (DeVito, 1997; Cozby, 1973). Hal ini meliputi pernyataan-pernyataan yang tidak disengaja maupun yang disengaja yang menyangkut individu tersebut, namun sebagian besar mengacu pada pengungkapan informasi secara sadar mengenai diri individu tersebut atau hal-hal yang berhubungan dengan individu tersebut seperti pikiran, perasaan, perilakunya maupun orang lain yang dekat yang sangat dipikirkannya. Sementara itu, Derlega dkk. (1993) menekankan bahwa self-disclosure menyangkut pengungkapan informasi-informasi tentang diri yang biasanya secara aktif disembunyikan.
Wrightsman (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyatakan bahwa self-disclosure adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain. Lebih lanjut Morton (dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1989) menambahkan bahwa informasi yang dibagikan dapat bersifat deskriptif maupun evaluatif. Deskriptif meliputi gambaran tentang fakta diri, seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan dll. Sedangkan Evaluatif lebih menekankan pada perasaan maupun pendapatnya mengenai sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa self-disclosure adalah kegiatan mengungkapkan informasi mengenai diri individu, atau hal-hal yang berhubungan dengan individu tersebut, maupun orang lain yang dekat dengan dirinya, baik yang bersifat deskriptif maupun evaluatif.  
b. Pengukuran Tingkat Self-Disclosure
Teori penetrasi sosial yang dikembangkan oleh Altman dan Taylor (2001) menyatakan bahwa kepribadian individu digambarkan seperti lapisan-lapisan bawang. Ketika individu semakin bersedia dekat dengan orang lain, berbagai aspek dari kepribadiannya akan terkupas satu demi satu dari lapisan yang paling luar hingga bagian terdalam. Informasi yang tidak terlalu rahasia berada pada bagian terluar, seperti agama yang dianut, nama, dll., sementara informasi yang sangat pribadi berada pada bagian paling dalam, seperti perasaan-perasaan yang bersifat mengancam, hal-hal sensitive seperti masalah seksual dll. Sejauh mana individu bersedia menceritakan lapisan demi lapisan ini menggambarkan kedalaman atau tingkat self-disclosure individu tersebut.
DeVito (1997) memandang self-disclosure dapat dilihat dari sejauh mana individu bersedia mengungkapkan informasi mengenai beberapa aspek dalam kehidupannya antara lain: a) Sikap terhadap agama, baik diri sendiri maupun orang tua, b) Pandangan mengenai aborsi, hubungan di luar nikah, c) Penggunaan waktu senggang yang utama, tujuan pribadi, kejadian paling memalukan, keinginan yang tidak terpenuhi, kebahagiaan saat ini, kesalahan terbesar, d) Khayalan seksual, pengalaman seksual di masa lalu, daya tarik seksual yang dimiliki maupun yang diinginkan, e) Atribusi fisik yang negatif, kelemahan utama, f) sahabat ideal, g) Perilaku minum/obat bius, h) Konsep diri secara umum. 
 2.  Bentuk Komunikasi
a.  Definisi Bentuk Komunikasi
Dalam pandangan Lasswell (dalam LittleJohn & Gray, 1998), komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media tertentu dan membawa satu effek ‘Who says what in which channel to whom with what effect?’ Proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa bentuk. Yang dimaksud dengan bentuk komunikasi ini adalah cara yang digunakan oleh seorang individu untuk menyampaikan pesannya.
Bentuk komunikasi dibedakan menjadi dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non verbal (Mulyana, 2003). Komunikasi verbal adalah proses penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa. Sedangkan komunikasi non verbal adalah komunikasi yang dilakukan tidak dengan menggunakan bahasa. Komunikasi verbal dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan.
Secara khusus, penelitian ini bermaksud meneliti bentuk komunikasi tulisan dalam bentuk penggunaan Short message service (SMS) dan bentuk komunikasi lesan yaitu bertemu langsung atau face to face.
Dalam penelitian ini, bentuk komunikasi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Tulisan (SMS) : yaitu adalah bentuk komunikasi yang sifatnya tertulis yaitu menggunakan fasilitas dari handphone untuk mengirimkan pesan dalam bentuk tulisan kepada individu lain.
b. Lisan (Bertemu secara langsung) : yaitu bentuk komunikasi dengan menyampaikan pesan melalui kata-kata secara langsung kepada orang lain dalam hal ini dengan tatap muka langsung dengan orang lain.     

3.   Pengaruh Komunikasi Tulisan (SMS) dan Lisan (Bertemu Langsung)  
terhadap Self- Disclosure.
Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh setiap individu membawa imbas yang berbeda-beda dengan tingkat kesukaran yang berbeda-beda. Komunikasi lisan adalah bentuk komunikasi yang memungkinkan seorang komunikator dapat menyampaikan pesannya kepada komunikan dengan dibantu oleh komunikasi non verbal, seperti gesture, mimik, nada suara dll. Namun demikian, kadang-kadang tidak semua orang mampu mengungkapkan langsung apa yang ada di dalam hatinya saat berhadapan dengan orang lain, dan leih memilih untuk menuliskannya untuk mengurangi ketegangan perasaannya.
Sementara itu, komunikasi tulisan (SMS) memungkinkan komunikator untuk tidak perlu berhadapan langsung dengan komunikan. Mulyana (2003) menyampaikan bahwa bahasa tulis memungkinkan individu untuk mengungkapkan perasaannya tanpa rasa takut karena tidak perlu berhadapan langsung dengan komunikan. Hal ini memungkinkan terjadinya self-disclosure.
Dalam penelitian yang dilakukan O’Sullivan (2000) ditemukan bahwa dalam berinteraksi dengan orang lain, individu sebenarnya tengah membangun kesan tertentu sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam hubungan tersebut. Dalam hal ini, individu akan memilih chanel atau cara mana yang akan digunakan demi terbentuknya kesan-kesan tertentu yang diinginkan. Penelitian O’Sullivan menemukan bahwa individu cenderung memilih bentuk komunikasi face to face (bertemu langsung) bila individu merasa bahwa informasi yang jelas mengenai individu akan membantu pembentukan kesan yang ada. Sementara itu, bila individu ingin mengirimkan pesan-pesan yang menyesatkan, mengurangi konsekuensi negatif dari self-disclosure, maka yang digunakan adalah komunikasi tanpa bertemu langsung (misalnya telepon, email, surat, termasuk juga SMS).
Penelitian mengenai efek SMS dalam hubungannya dengan self-disclosure belum terlalu banyak dilakukan, mengingat SMS adalah bentuk komunikasi yang masih tergolong baru, sehingga perhatian masyarakat belum banyak tertuju pada hal ini. Namun demikian, beberapa penelitian yang membahas mengenai komunikasi yang mirip dengan SMS, yaitu komunikasi melalui media internet on line telah banyak dilakukan. Kemiripan bentuk komunikasi melalui SMS maupun dalam bentuk media internet on line terlihat dari bentuk komunikasi keduanya yang berdasarkan pada tulisan, serta dikirimkan kepada individu tanpa kehadiran individu tersebut secara langsung sehingga memungkinkan munculnya kondisi anonim pada kedua bentuk komunikasi ini (Gower, 2006). Selain itu, baik media internet online maupun keduanya sama-sama menggunakan teknologi komunikasi. Mengingat kemiripan keduanya dan keterbatasan penelitian dalam hal SMS, maka beberapa studi literatur yang digunakan untuk penelitian ini akan dipinjam dari penelitian terhadap bentuk komunikasi via internet on line.
Penelitian Stritzke, Hyguyen dan Durkin (2004) menemukan bahwa rasa malu (shyness) akan berkurang dan kemampuan interpersonal dalam hal mengembangkan inisiatif dalam pembentukan hubungan akan meningkat ketika individu menggunakan media internet dalam interaksi individu dibandingkan pertemuan langsung. Merujuk pada penelitian ini, dalam interaksi yang menggunakan SMS, sangat mungkin bahwa rasa malu saat hendak mengungkapkan informasi mengenai diri dapat berkurang karena individu tidak perlu bertemu secara langsung dengan lawan bicaranya. Berkurangnya rasa malu ini akan membuat individu cenderung merasa lebih nyaman untuk mengungkapkan informasi-informasi mengenai diri individu sehingga memungkinkan terjadinya self-disclosure.
Altman & Taylor (2001) dalam teori Social Penetration Theory, menyebutkan bahwa dalam melakukan self-disclosure, individu akan memperhitungkan apakah harga yang harus dibayar untuk melakukan self-disclosure lebih kecil daripada keuntungan yang diperolehnya dengan melakukan self-disclosure. Sehubungan dengan hal itu, penggunaan SMS dapat dipandang sebagai sarana yang lebih murah dibandingkan saat bertemu langsung. Penggunaan SMS memungkinkan individu untuk membagikan informasi yang dimiliki tentang dirinya tanpa harus kehilangan biaya, waktu maupun tenaga yang terlalu banyak untuk bertemu dengan lawan bicaranya dibandingkan bila individu harus bertemu secara langsung. Berdasarkan teori penetrasi sosial, rendahnya biaya untuk melakukan self-disclosure dibandingkan manfaat yang didapatkannya akan mendorong terjadinya self-disclosure. Bila penggunaan SMS dianggap lebih menguntungkan, maka self-disclosure akan mungkin lebih mudah terjadi pada penggunaan SMS dibandingkan bila harus bertemu langsung yang membutuhkan lebih banyak biaya.     
Selain itu, bentuk hubungan melalui SMS yang bersifat anonim, memungkinkan individu untuk tidak perlu menanggung konsekuensi negatif dari self-disclosure sebesar bila self-disclosure dilakukan pada orang yang telah mengenal secara langsung. Hal ini juga berarti bahwa biaya self-disclosure dalam hal ini resiko yang harus ditanggung pada SMS, lebih rendah dibandingkan pertemuan langsung. Penelitian Joinson (2001) menemukan anonimitas secara visual memungkinkan individu lebih bersedia melakukan self-disclosure dibandingkan bila individu bertemu secara langsung. Mengingat bentuk media komunikasi internet online cenderung bersifat anonim, tidak mengherankan bila dalam penelitiannya, ditemukan bahwa self-disclosure yang bersifat spontan lebih banyak ditemukan pada media komunikasi menggunakan internet (komputer) daripada komunikasi dengan bertemu langsung. Hal yang sama mungkin berlaku pula bagi bentuk komunikasi dengan menggunakan SMS. Bentuk komunikasi SMS yang bersifat anonim sama seperti media internet on line, akan memungkinkan terjadinya self-disclosure dibandingkan pertemuan langsung.
Namun demikian, perlu diperhatikan pula bahwa menggunakan media SMS juga memiliki biaya yang lebih dibandingkan pertemuan langsung dalam hal waktu tunggu. Saat bertemu langsung, individu dapat dengan jelas melihat dan mendengar tanggapan lawan bicaranya tanpa adanya jeda waktu balasan, yang memungkinkan munculnya rasa percaya, sehingga self-disclosure dapat terjadi. Sementara itu, menggunakan SMS membutuhkan waktu tunggu untuk mendapatkan jawaban dari lawan bicara. Saat individu membutuhkan tanggapan segera, mundurnya jawaban bahkan tidak dijawabnya jawaban ini akan menurunkan tingkat kepercayaan individu untuk membuka diri terhadap lawan bicaranya, karena individu merasa diremehkan dan tidak diperhatikan, sebagaimana yang ditemukan Taylor dan Harper (2003) bahwa individu cenderung merasa tersinggung bila SMS tidak mendapatkan jawaban dari lawan komunikannya.
Penelitian Joinson (2001), sejalan dengan penelitian yang dikembangkan Bargh, McKenna, dan Fitzsimon (2002) dan McKenna, Green, dan Gleason (2002) menemukan bahwa individu cenderung lebih menyukai lawan bicaranya dalam komunikasi menggunakan media internet dibandingkan bila individu bertemu secara langsung. Sementara itu, rasa menyukai lawan bicara ditemukan dapat meningkatkan kecenderungan self-disclosure (Collins & Miller, 1994). Maka dapat dikatakan, penggunaan media internet on line,  memunculkan tingkat self-disclosure yang lebih tinggi dibandingkan bertemu secara langsung.  Namun hasil penelitian ini tidak ter-replikasi dalam penelitian Shaw (2000) yang menemukan justru individu lebih menyukai lawan bicaranya saat bertemu secara langsung. Penelitian Shaw juga menemukan bahwa kedua kelompok yaitu mereka yang menggunakan media on line maupun yang bertemu secara langsung menunjukkan tingkat self-disclosure yang sama.  
Gower (2006) mencoba meneliti hal-hal apa yang terungkap dalam pesan SMS yang dikirimkan subjek pada pasangan heteroseksualnya. Kemudian ia meneliti apakah hal yang sama juga akan diungkapkan dalam pertemuan langsung untuk mengukur tingkat self disclosure individu di masing-masing bentuk komunikasi yang digunakan. Penelitian Gower menemukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat self-disclosure pada bentuk komunikasi dengan menggunakan SMS maupun dengan bertemu secara langsung. Namun demikian, ia memang menemukan beberapa hal yang cenderung diungkapkan dalam komunikasi SMS namun tidak akan diungkapkan dalam pertemuan langsung (face to face) yaitu mengenai permintaan maaf, serta pernyataan mengenai apa yang diiginkan dari hubungan tersebut.  
    
4. Hipotesis Penelitian  
Berdasarkan hasil studi literatur maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ada pengaruh bentuk komunikasi tulisan (SMS) dan lisan (bertemu langsung) terhadap tingkat self-disclosure pada mahasiswa di Salatiga ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang signifikan tingkat self-disclosure antara kelompok yang menggunakan SMS dan kelompok yang bertemu langsung.
 
Metode Penelitian
1.      Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel bebas                : 1. Bentuk komunikasi (tulisan yaitu SMS dan lisan yaitu bertemu langsung)                                
Variabel tergantung       : Tingkat self-disclosure (Pengungkapan diri)
2. Metode Penelitian & Partisipan  
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah teknik penelitian dimana peneliti dengan aktif menciptakan kondisi tertentu kepada partisipan penelitian (McGuigan, 1993). Dalam penelitian ini, partisipan dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok SMS dan kelompok Bertemu langsung. Selama 1 bulan, kedua kelompok diminta untuk saling berinteraksi menggunakan bentuk komunikasi sesuai dengan kelompoknya. Ada 20 orang partisipan yang dimasukkan dalam bentuk komunikasi SMS dan ada 20 partisipan lain yang ada dalam bentuk komunikasi bertemu langsung. Sebelum dan sesudah eksperimen, partisipan diminta untuk mengisi Skala Self-Disclosure untuk mengukur tingkat self-disclosure mereka untuk kemudian digunakan dalam analisis data.
3. Alat Ukur: Skala Self-Disclosure
Untuk mengukur tingkat self-disclosure (Pengungkapan diri) digunakan Skala Pengungkapan Diri yang disusun oleh DeVito (1997). Uji kesahihan item yang dilakukan sebelumnya terhadap 200 partisipan menghasilkan 16 item sahih dari 20 item yang diberikan, dengan korelasi bergerak dari 0.253 hingga .498. Penentuan item-item yang sahih berdasarkan ketentuan dari Azwar (1998) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan sahih apabila nilai korelasi item-total (r) lebih besar dari 0.25 dengan p<0.05.
Sementara itu, uji keandalan alat ukur menunjukkan bahwa skala ini cukup handal dengan koefisien Alpha’s Cronbach (α ) sebesar .795. Berdasarkan standar reliabilitas yang dicatat dalam Azwar (1998) angka ini menunjukkan bahwa keandalan skala ini tergolong cukup. Semakin tinggi skor menunjukkan semakin tinggi pula self-disclosure (Pengungkapan Diri) partisipan tersebut.

4. Analisis Data
Uji analisis data yang digunakan adalah Uji-t, dengan menggunakan program SPSS 12.00

Hasil Dan Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum perlakuan diberikan, kedua kelompok penelitian yaitu kelompok yang bertemu langsung dan kelompok SMS tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal self-disclosure ditunjukkan dengan nilai t= 0.582 dengan p>0.05.
Setelah selama sekitar 1 (satu) bulan kedua kelompok berinteraksi dengan pasangannya sesuai dengan pengelompokan mereka, maka diberikan post-test. Hasil post-test menunjukkan bahwa setelah perlakuan diberikan kepada kelompok tersebut, ditemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang bertemu langsung dan kelompok SMS, dengan nilai t sebesar 2.324 dengan p<0.05. Hal ini berarti hipotesis penelitian bahwa ada pengaruh bentuk komunikasi yaitu bertemu langsung dan komunikasi melalui SMS terhadap self-disclosure individu dapat diterima. Hasil analisa deskriptif dari data post-test menunjukkan bahwa skor mean kelompok SMS sebesar 51 adalah lebih kecil bila dibandingkan skor mean kelompok bertemu langsung sebesar 58.35. Hasil perbandingan mean tersebut menunjukkan bahwa kelompok yang bertemu langsung memungkinkan individu lebih bersedia melakukan self-disclosure dibandingkan kelompok yang berinteraksi menggunakan SMS.  
Hasil penelitian ini ternyata tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Joinson (2001), yang menemukan bahwa kecenderungan self-disclosure lebih besar terdapat pada kelompok yang menggunakan media tulisan dalam hal ini media internet on line dibandingkan individu yang bertemu secara langsung. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung hasil penelitian Shaw (2000) yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan kecenderungan self-disclosure individu saat menggunakan media SMS ataupun bertemu langsung. Hasil penelitian Gower (2006) yang menemukan tidak adanya perbedaan tingkat self-disclosure antara penggunaan SMS dan bertemu secara langsung rupanya juga tidak ter-replikasi dalam hasil penelitian kali ini.
Penelitian ini menemukan bahwa bentuk komunikasi lisan yaitu dengan pertemuan langsung dengan lawan bicara secara signifikan memunculkan self-disclosure yang lebih tinggi dibandingkan bentuk komunikasi tertulis yaitu menggunakan SMS. Kecenderungan ini sangat mungkin terjadi mengingat saat bertemu secara langsung, individu dapat dengan jelas melihat dan mendengar tanggapan lawan bicaranya tanpa adanya jeda waktu balasan, yang memungkinkan munculnya rasa percaya, sehingga self-disclosure dapat terjadi. Peneltian Shaw (2002) juga menemukan bahwa bentuk komunikasi lisan dalam pertemuan langsung menimbulkan rasa menyukai lawan bicara yang lebih tinggi dibandingkan bentuk komunikasi tertulis yaitu media internet online. Lebih lanjut penelitian Shaw menemukan bahwa individu dalam pertemuan langsung cenderung mampu menilai dengan tepat sejauh mana pasangannya menyukai dirinya. Kemampuan ini memungkinkan terjadinya saling balas terhadap rasa suka terhadap lawan bicaranya. Sementara itu penelitian Collins dan Miller (1994) membuktikan bahwa rasa suka terhadap lawan bicara mendorong terjadinya self-disclosure.
Teori penetrasi sosial dari Altman dan Taylor (2001) menyebutkan bahwa self-disclosure akan cenderung dilakukan bila individu menilai biaya yang dikeluarkan untuk self-disclosure lebih ringan dibandingkan manfaat yang diperoleh dari self-disclosure. Sehubungan dengan hal ini, meskipun penggunaan SMS dikatakan lebih murah dibandingkan pertemuan langsung karena lebih menghemat waktu maupun biaya yang harus dikeluarkan untuk perjalanan, tetapi di pihak lain bentuk komunikasi SMS dapat dikatakan lebih mahal dalam hal adanya waktu tunggu untuk mendapatkan jawaban dari lawan bicara. Saat individu membutuhkan tanggapan segera, mundurnya jawaban atau bahkan tidak dijawabnya jawaban karena lawan bicara tengah kehabisan pulsa, dapat saja dirasakan sebagai reaksi bahwa apa yang diungkapkan individu tidak penting bagi lawan bicara. Ketika individu merasa bahwa apa yang diungkapkannya dianggap tidak penting bagi lawan bicara, hal ini akan menurunkan kepercayaannya untuk melakukan self-disclosure lebih jauh. Taylor dan Harper (dalam Gower, 2006) juga mencatat dalam penelitian mereka bahwa SMS seringkali dipandang sebagai ”pemberian” bagi orang lain yang mewajibkan adanya balasan. SMS yang tidak terbalas akan menimbulkan rasa tersinggung dan membuat hubungan menjadi kurang harmonis.   
Kondisi khusus yang ada dalam penelitian ini mungkin dapat juga menjelaskan hasil penelitian yang cenderung menyebutkan keunggulan pertemuan langsung dibandingkan media komunikasi SMS untuk memunculkan self-disclosure. Subjek penelitian ini tahu bahwa seluruh peserta penelitian adalah sesama teman mereka di fakultas yang sama. Dengan demikian, bagi kelompok SMS betapapun mereka belum saling mengenal tetapi dengan mudah mereka dapat mencari tahu siapa lawan bicara mereka sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi anonim tidak terjadi dalam kelompok ini. Pada saat yang sama, mereka juga dapat saja menjadi kuatir bahwa apa yang mereka ceritakan dapat disebarkan kepada teman yang lain. Oleh karena itu, untuk melakukan self-disclosure, mereka membutuhkan keyakinan bahwa individu tersebut tidak akan menyebarkan apa yang telah disampaikannya. Sayang sekali, bagi kelompok SMS, keyakinan itu sulit untuk didapatkan bila hanya melalui tulisan dalam SMS. Dalam hal ini, kelompok pertemuan langsung lebih diuntungkan karena petunjuk apakah seseorang bisa dipercaya atau tidak lebih bisa mereka peroleh dari berbagai informasi, yaitu dari wajah lawan bicara, gesture dll. dan tidak hanya dari tulisan saja.
Hal di atas mungkin juga dapat menjelaskan hasil uji beda masing-masing item yang dilakukan peneliti untuk memperdalam kajian. Selain menguji perbedaan self-disclosure dari skor total subjek, penelitian ini juga menguji perbedaan jawaban subjek pada masing-masing item antara kelompok yang menggunakan SMS dan kelompok yang bertemu langsung. Hasil uji beda terhadap masing-masing item menemukan bahwa perbedaan yang signifikan diperoleh hanya dari jawaban subjek pada item ke 13 yaitu item yang menyangkut kesediaan untuk membuka diri dalam hal perilaku minum/dan obat bius serta item 19 yaitu yang menyangkut kesalahan besar yang dilakukan individu. Untuk kedua hal tersebut, kelompok bertemu langsung secara signifikan terbukti lebih bersedia untuk mengungkapkan diri dibandingkan kelompok yang menggunakan SMS. Hal ini dapat dimengerti bila diperhatikan bahwa kedua pernyataan tersebut adalah pernyataan yang lebih mengandung resiko apabila diungkapkan pada orang lain, dibandingkan hal-hal yang lain. Besar kemungkinan bahwa subjek harus memastikan terlebih dahulu bahwa lawan bicaranya adalah orang yang benar-benar dapat ia percaya sebelum mereka bersedia menceritakan hal tersebut. Dalam hal ini,  kelompok yang menggunakan SMS akan lebih mendapatkan kesulitan untuk menumbuhkan rasa percaya karena sumber informasi yang ia miliki hanya melalui tulisan lawan bicaranya. Berbeda dengan itu, kelompok yang bertemu langsung akan lebih mudah mendapatkan petunjuk yang lebih kaya mengenai lawan bicaranya untuk menentukan bahwa ia dapat mempercayai lawan bicaranya untuk menceritakan hal-hal yang mengandung lebih banyak resiko.    
Penelitian Sproull dan Kiesler (dalam Shaw, 2000) menemukan bahwa bentuk komunikasi tertulis dalam bentuk internet on line yang tidak menghadirkan bentuk fisik manusia, seringkali dirasakan kurang personal dan kurang memuaskan dibandingkan pertemuan langsung. Kondisi kurang personal dan kurang memuaskan ini akan memungkinkan rendahnya self-disclosure dibandingkan komunikasi lisan yang bertemu langsung. Mengingat hal itu semua, dapat dimengerti bila kecenderungan self-disclosure dapat lebih tinggi pada kelompok yang bertemu langsung dibandingkan kelompok yang menggunakan SMS.

Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini mendapati bahwa ada pengaruh bentuk komunikasi tertulis yaitu menggunakan SMS dan lisan yaitu bertemu langsung, terhadap tingkat self-disclosure individu. Bentuk komunikasi langsung, memungkinkan munculnya self-disclosure yang lebih tinggi dibandingkan bentuk komunikasi dengan menggunakan SMS. Berdasarkan penelitian di atas, beberapa saran dapat disampaikan dalam pengembangan hubungan. Bagi individu yang ingin membangun hubungan dengan lawan jenis, bentuk komunikasi bertemu secara langsung akan menimbulkan kecenderungan self-disclosure yang lebih tinggi dibandingkan bentuk komunikasi melalui SMS. Oleh karena itu, pertemuan secara langsung lebih disarankan dibandingkan hanya menggunakan SMS, apabila individu ingin membentuk hubungan yang lebih dekat dengan lawan jenis, mengingat pertemuan secara langsung lebih memungkinkan terjadinya self-disclosure yang dipercaya merupakan hal penting dalam pembentukan keintiman dan rasa kedekatan.
Penelitian ini juga menemukan bahwa dalam komunikasi pertemuan langsung memungkinkan individu menjadi lebih terbuka untuk mengungkapkan hal-hal yang memiliki resiko penolakan yang besar apabila diungkapkan. Olehkarena itu, apabila individu ingin mengetahui apakah seseorang misalnya memiliki kebiasaan minum/dan obat bius, serta pernah melakukan kesalahan besar di masa lalunya maka untuk mengkorek keterangan dari diri individu tersebut disarankan dengan cara bertemu secara langsung daripada melalui SMS.

DAFTAR PUSTAKA
Altman, I. & Taylor, D. (2001). Social Penetration: Development of Interpersonal Relationships. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Bargh, J.A. McKenna, K.Y.A., & Fitzsimon, G.M. 2002. Can you see the real me? Activation and expression of the “true self” on the internet. Journal of Social Issues, 58, 33-58.

Collins, N.L. & Miller, L.C. 1994. Self-disclosure and liking : A meta analytic review. Psychological Bulletin, 116, 457-475.

Cozby, P. 1973. Self-disclosure: A literature revuew, Psychological Bulletin, 79, 73-91. 

Dayakisni, T.  & Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Derlega, V. J., Metts, S., Petronio, S., & Margulis, S. T. (1993). Self-Disclosure. Newbury Park, CA: Sage.

DeVito, Joseph A. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Profesional Book

Gower, L.A. 2006. Love is in the air, literally: Self-Disclosure and Text Messaging. Diunduh tanggal 5 Oktober 2008 dari www.uky.edu/˜drlane/ssca06/gower.pdf.

Joinson, A. N. (2001). Self-disclosure in computer-mediated communication: The role of self-awareness and visual anonymity. European Journal of Social Psychology, 31 (2), 177-192.

LittleJohn, S. W. dan Gray, R. (2001).  Theories of Human Communication, 7 th ed. Belmont: Wadsworth Publishing Company

Lauer, R.H. & Lauer, J. C. 2000. Marriage and Family: The Quest for Intimacy. 4th ed. Boston: McGraw Hill. 

McGuigan, F.J. (1993). Experimental Method. New Jersey:  Prentice Hall.

McKenna, K.Y.A., Green, A.S. & Gleason, M.E.J. 2002. Relationship formation on the internet: What’s the big attraction? Journal of Social Issue, 58: 9-31

Mulyana, D. 2003. Ilmu Komunikasi: suatu pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

O’Sullivan, P.B. 2000. What you don’t know won’t hurt me: Impression management functions of communication channels in relationships. Human Communication Research, 26, 403-431.

Sears, D.O., Freedman, J.L. & Peplau, L.A. (1999). Psikologi Sosial. Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Shaw, L.H. 2000. Liking and Self-Disclosure in Computer Mediated and Face to Face Interaction. Masteral Thesis: University of California at Chapel Hill. Diunduh tanggal 5 Oktober 2008 dari www.peope.isschool.berkeley.edu/˜atf/dating/paper/shaw-pdf.

Stritzke, W., G. Nguyen, A., Durkin, K. 2004. Shyness and computer-mediated communication: A self presentational theory perspective. Media Psychology, 6, 1-22.

Taylor, A.S. & Harper, R. 2003. The gift of gap?: A design oriented sociology of young people’s use of mobiles. Journal of Collaborative Computing, 12, 267-297.


2 komentar:

  1. permisi admin, ini skripsinya tahun berapa ya? ijin mau saya jadikan salah satu rujukan penelitian sy. trims

    BalasHapus
  2. Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
    hingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
    profit,bergabung sekarang juga dengan kami
    trading forex fbsasian.com
    -----------------
    Kelebihan Broker Forex FBS
    1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
    2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
    3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
    4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
    5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
    Indonesia dan banyak lagi yang lainya
    Buka akun anda di fbsasian.com
    -----------------
    Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
    Tlp : 085364558922
    BBM : fbs2009

    BalasHapus

About Me

Foto saya
Love arts and jokes... Life is tasteless without both of it!